Victim Mindset - Merasa Menjadi Korban

Victim Mindset – Merasa Menjadi Korban

Saat bertemu dengan klien di klinik hipnoterapi, ada yang bercerita tentang masalah keluarga yang sedang ia hadapi. Klien yang lain bercerita tentang masalah hubungannya dengan wanita yang tak kunjung membuahkan hasil. Yang lain lagi, bercerita tentang kejenuhannya menghadapi pekerjaan di kantor. Beberapa yang lain, memiliki beragam permasalahan yang sedang dihadapi. Ada beberapa kesamaan di antara mereka, yaitu Victim Mindset.

Tulisan ini bermaksud membantu sahabat yang ingin segera mengatasi permasalahannya. Saya berharap semoga sahabat diberi kekuatan untuk menghadapinya.

VICTIM MINDSET

Ada beberapa orang yang sangat suka jika dikasihani, suka berlarut di dalam kesedihannya, dan suka agar diketahui orang lain bahwa ia sedang dilanda kesedihan, kesusahan, dan kesengsaraan. Mereka ini memiliki apa yang disebut victim mindset, yaitu mindset merasa menjadi korban, yang karenanya merasa perlu dibantu, dikasihani, diperhatikan, dan sebagainya untuk keluar dari masalah yang sedang dihadapinya.

Cara berpikir seperti ini menganggap bahwa setiap kejadian yang dialami adalah akibat dari perbuatan orang lain, suatu sistem di luar dirinya, atau hal lain yang di luar kontrolnya.

Cara berpikir ‘merasa menjadi korban’ ini ada dimana-mana. Mari kita simak beberapa contoh victim mindset di berbagai bidang kehidupan:

  • Jika sedang menghadapi sebuah penyakit, mungkin ia akan berpikir, ”Ini sudah takdir Tuhan, mau apa lagi!”
  • Jika gagal dalam ujian, mungkin ia akan berkata, ”Gurunya tidak pandai mengajar!”
  • Jika skripsi tidak kunjung selesai ia berpikir, “Dosen pembimbing suka mempersulit mahasiswa!”
  • Jika memiliki masalah dengan pasangan mungkin ia akan mengatakan, ”Pasanganku tidak memahami diriku!”
  • Jika anak-anaknya membuat masalah di rumah mungkin ia akan berpikir, ”Anak-anak ini nakal dan susah diajari”
  • Jika pekerjaan kantornya membuat stress mungkin ia akan berpikir, ”Perusahaan ini tidak mau mengerti keadaan karyawan”
  • Jika partainya sedang menghadapi masalah ia berkata, “Ada orang yang tidak senang terhadap partai kita!”
  • Jika melihat lingkungannya tidak taat hukum ia berkata, “Orang lain saja begitu, mengapa aku tidak boleh?!”

Argumen yang dikemukakan mereka bisa saja benar. Namun, jika terus berpikir dengan cara seperti itu, orang akan lupa bahwa ia bisa melakukan banyak hal lain untuk berubah dan keluar dari masalah.

Bukan mustahil ia akan berhenti mencari solusi karena meyakini bahwa masalah yang dihadapinya berasal dari luar dirinya. Mindset seperti ini akan membuat Anda sulit keluar dari persoalan. Anda akan berfokus keluar diri Anda sebagai sumber masalah. Anda akan menyalahkan orang lain, menyalahkan sistem, dan sebagainya atas apa yang Anda hadapi. Padahal,

“menyalahkan sesuatu di luar diri tidaklah membantu Anda keluar dari masalah.”

RESPONSIBLE MINDSET

Kabalikan dari victim mindset adalah responsible mindset yang menganggap bahwa setiap kejadian yang dialami, ada peran dirinya sebagai sebab dari kejadian atau masalah yang ia hadapi. Untuk segera keluar dari masalah, milikilah mindsetAnda adalah penyebab’. Sadarilah bahwa apapun masalah yang sedang Anda hadapi, tanggung jawab ada pada diri Anda untuk keluar darinya. Lihatlah ke dalam diri agar Anda bisa memperbaiki yang salah. Lihatlah ke dalam diri agar Anda bisa bergerak menjadi lebih baik.

Mari kita lihat perubahan mindset seperti apa yang terjadi dalam menghadapi permasalahan seperti contoh di atas:

  • Jika sedang menghadapi sebuah penyakit ia akan berpikir, ”Apa yang salah dari diriku sehigga aku bisa mengalami penyakit ini?”
  • Jika gagal dalam ujian ia akan berkata, ”Aku harus mencari cara yang lebih efektif dalam belajar.”
  • Jika skripsi tidak kunjung selesai ia berpikir, “Bagaimana aku bisa segera menyelesaikan ini? Apa yang sudah dilakukan teman-temanku yaa?”
  • Jika memiliki masalah dengan pasangan mungkin ia berpikir, ”Apa yang harus aku pebaiki dari hubungan ini? Mungkin caraku menyampaikan sesuatu yang salah.”
  • Jika anak-anaknya membuat masalah di rumah ia akan berpikir, ”Ehm, aku belum benar mengajari anak-anak ini bagaimana berperilaku yang baik.”
  • Jika pekerjaan kantornya membuat stress mungkin ia akan berpikir, ”Aku butuh cara yang lebih baik dalam menangani masalah ini.”
  • Jika partainya sedang menghadapi masalah ia berkata, “Mari kita perbaiki apa yang salah dengan manajemen partai kita.”
  • Jika melihat lingkungannya tidak taat hukum ia berkata, “Aku yakin perubahan ini dimulai dari pribadi sendiri”

Bisakah Anda melihat dan merasakan perubahan positif apa yang terjadi saat Anda memilih menjadi penyebab atas masalah yang sedang dihadapi? Bukankah cara pikir seperti ini akan membawa Anda selangkah lebih dekat kepada solusi? Bukankah energi yang digunakan untuk menyalahkan keadaan menjadi bermanfaat karena digunakan untuk mencari solusi?

Silahkan bertanya di sini...

Scroll to Top